Assalamu’alaikum Warohmatullahi wabarokatuh
Pada kesempaan kali ini kami akan membagikan artikel dengan judul “Bolehkah kita memperingati Maulid Nabi? Ini penjelasan MUI.
Karena kita sedang berada di bulan lahirnya nabi yaitu bulan Rabi’ul Awal, Sebagian umat muslim masih merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW atau kelahiran Rasulullah setiap tanggal 12 Rabiul Awal. Tak hanya di Indonesia, perayaan ini juga dilakukan di seluruh dunia.
Setiap negara memiliki tradisi berbeda-beda dalam memperingatinya. Begitu juga di Indonesia, setiap daerah memiliki tradisi tersendiri dalam memperingati dan merayakan Hari Kelahiran Baginda Rasulullah SAW.
Namun dalam memperingati Maulid Nabi Muhammad masih terjadi perbedaan pendapat di kalangan umat Islam. Bagaimana sebenarnya hukum merayakan Maulid Nabi?
Melansir dari kolom Tanya Jawab Keislaman di website resmi Majelis Ulama Indonesia (MUI), dijelaskan bahwa hukum memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW adalah boleh dan tidak termasuk bid’ah dhalalah (mengada-ada yang buruk) melainkan bid’ah hasanah (sesuatu yang baik).
Karena tidak ada dalil-dalil yang mengharamkan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Bahkan jika diteliti malah terdapat dalil-dalil yang membolehkannya.
Bid’ah Hasanah adalah sesuatu yang tidak dilakukan oleh Nabi maupun para sahabatnya namun perbuatan itu memiliki nilai kebaikan dan tidak bertentangan dengan Alquran dan Al-hadis. Sedangkan bid’ah dhalalh adalah perbuatan baru dalam agama yang bertentangan dengan Alquran dan Al-hadis.
Kebolehan memperingati Maulid Nabi memiliki argumentasi syar’i yang kuat. Seperti Rasulullah SAW merayakan kelahiran dan penerimaan wahyunya dengan cara berpuasa setiap hari kelahirannya, yaitu setiap hari senin Nabi SAW berpuasa untuk mensyukuri kelahiran dan awal penerimaan wahyunya.
Sebagaimana hadist dari Abi Qotadah yang diriwayatkan oleh Muslim, Rasulullah SAW bersabda :
عَنْ أَبِيْ قَتَادَةَ الأَنْصَارِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ عَنْ صَوْمِ الْإِثْنَيْنِ فَقَالَ” : فِيْهِ وُلِدْتُ وَفِيْهِ أُنْزِلَ عَلَيَّ .” رواه مسلم
“Dari Abi Qotadah al-Anshori RA sesungguhnya Rasulullah SAW pernah ditanya mengenai puasa hari senin. Rasulullah SAW menjawab: Pada hari itu aku dilahirkan dan wahyu diturunkan kepadaku”. (H.R. Muslim)
Kita juga dianjurkan untuk bergembira atas rahmat dan karunia Allah SWT kepada kita. Termasuk kelahiran Nabi Muhammad SAW. Yang membawa rahmat kepada alam semesta. Allah SWT berfirman:
قُلْ
بِفَضْلِ اللّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُواْ هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا
يَجْمَعُونَ
“Katakanlah: “Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan. (QS.Yunus:58).
Ada sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari, bahwa pada setiap hari Senin, Abu Lahab diringankan siksanya di Neraka dibandingkan dengan hari-hari lainnya.
Hal itu dikarenakan bahwa saat Rasulullah SAW lahir, dia sangat gembira menyambut kelahirannya sampai-sampai dia merasa perlu membebaskan (memerdekakan) budaknya yang bernama Tsuwaibatuh Al-Aslamiyah.
Jika Abu Lahab yang non-muslim dan Alquran jelas mencelanya, diringankan siksanya lantaran ungkapan kegembiraan atas kelahiran Rasulullah SAW, maka bagaimana dengan orang yang beragama Islam yang gembira dengan kelahiran Rasulullah saw.
Juga realita di dunia Islam dapat menjadi pertimbangan untuk jawaban kepada mereka yang melarang maulid Nabi SAW. Ternyata fenomena tradisi Maulid Nabi SAW itu tidak hanya ada di Indonesia, tapi merata di hampir semua belahan dunia. Kalangan awam di antara mereka barangkali tidak tahu asal-usul kegiatan ini.
Tetapi mereka yang sedikit mengerti hukum agama berargumen bahwa perkara ini tidak termasuk bid`ah yang sesat karena tidak terkait dengan ibadah mahdhah/ritual peribadatan dalam syariat. Buktinya, bentuk isi acaranya bisa bervariasi tanpa ada aturan yang baku.
Semangatnya justru pada momentum untuk menyatukan semangat dan girah ke-islaman. Mereka yang melarang peringatan Maulid Nabi SAW. sulit membedakan antara ibadah dengan syi’ar Islam.
Ibadah adalah sesuatu yang baku (given/tauqifi) yang datang dari Allah SWT, tetapi syi’ar adalah sesuatu yang ijtihadi, kreasi umat Islam dan situasional serta mubah.
Perlu dipahami, sesuatu yang mubah tidak semuanya dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Imam al Suyuthi mengatakan dalam menananggapi hukum perayaan maulid Nabi SAW:
وَالجَوَابُ
عِنْدِيْ أَنَّ أَصْلَ عَمَلِ المَوْلِدِ الَّذِيْ هُوَ اِجْتِمَاعُ النَّاسِ
وَقِرَأَةُ مَاتَيَسَّرَ مِنَ القُرْآنِ وَرِوَايَةُ الأَخْبَارِ الوَارِدَةِ فِيْ
مَبْدَأِ أَمْرِالنَّبِيّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ مَاوَقَعَ فِيْ
مَوْلِدِهِ مِنَ الاَياَتِ ثُمَّ يَمُدُّ لَهُمْ سِمَاطٌ يَأْكُلُوْنَهُ
وَيَنْصَرِفُوْنَهُ مِنْ غَيْرِ زِيَادَةٍ عَلَى ذَالِكَ مِنَ البِدَعِ الحَسَنَةِ
الَّتِيْ يُثَابُ عَلَيْهَا صَاحِبُهَا لِمَا فِيْهِ مِنْ تَعْظِيْمِ قَدْرِ
النَّبِيْ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَإِظْهَارِالفَرَحِ وَالِاسْتِبْشَارِ
بِمَوْلِدِهِ الشَّرِيْفِ.
“Menurut saya asal perayaan maulid Nabi SAW, yaitu manusia berkumpul, membaca al-Qur’an dan kisah-kisah teladan Nabi SAW sejak kelahirannya sampai perjalanan hidupnya. Kemudian dihidangkan makanan yang dinikmati bersama, setelah itu mereka pulang. Hanya itu yang dilakukan, tidak lebih. Semua itu tergolong bid’ah hasanah(sesuatu yang baik). Orang yang melakukannya diberi pahala karena mengagungkan derajat Nabi SAW, menampakkan suka cita dan kegembiraan atas kelahiran Nabi Muhamad saw yang mulia”. (Al- Hawi Li al-Fatawa, juz I, h. 222)
Pendapat Ibnu Hajar al-Haithami: “Bid’ah yang baik itu sunnah dilakukan, begitu juga memperingati hari maulid Rasulullah SAW."
Pendapat Abu Shamah (guru Imam Nawawi): ”Termasuk hal baru yang baik dilakukan pada zaman ini adalah apa yang dilakukan tiap tahun bertepatan pada hari kelahiran Rasulullah saw. dengan memberikan sedekah dan kebaikan, menunjukkan rasa gembira dan bahagia, sesungguhnya itu semua berikut menyantuni fakir miskin adalah tanda kecintaan kepada Rasulullah saw. dan penghormatan kepada beliau, begitu juga merupakan bentuk syukur kepada Allah atas diutusnya Rasulullah SAW kepada seluruh alam semesta”.[ Erna Martiyanti – umma]
Demikian penjelasan MUI terkait kebolehan merayakan Mauid Nabi Muhammad SAW. Semoga artikel ini bermanfaat bagi pembaca sekalian.
Komentar
Posting Komentar